Kalau menoleh kebelakang, bahkan jauh kebelakang, Indonesia sudah memasuki masa Reformasi sejak tahun 1998. Orde Baru yang seringkali disebut sebagai era tawa membawa duka sepertinya harus angkat kaki dari negeri ini. Kekang dan pasung yang membelenggu beberapa elemen bangsa mulai menemukan kunci kebebasannya. Tidak ada ketakutan berbalutkan sungkan lagi yang menghiasi wajah anak negeri. Rakyat sudah mulai bersiap-siap mengambil mimpi yang sudah lama mereka gadaikan. Seni dan budaya muncul kembali dari goa pertapaannya. Reformasi sungguh sebuah kata yang sebelumnya sangat asing, namun menjadi sahabat dadakan untuk setiap masyarakat Indonesia. Warga keturunan tidak lagi malu menunjukkan identitasnya seperti warga pribumi lainnya. Pelangi indah sepertinya memang sudah benar2 mau turun dan menyapa hati bumi Indonesia.
Namun mari kita menjejakkan kaki setelah 11 tahun masa Reformasi. Ibarat seorang anak, seharusnya bangsa kita sudah mulai bisa berlari, berhitung, membaca dan mandiri. Tapi yang terjadi bangsa ini masih tetap saja merangkak dan dituntun banyak pihak. Hukum kehilangan palunya, birokrasi kehilangan buku utama, pendidikan kehilangan almamater dsb. Masih saja terjadi korban pelanggaran HAM, masih saja melintas watak korupsi dimana-mana, masih itu-itu saja. Reformasi setengah hati dan setengah jadi sepertinya kata yang tepat menggambarkan keadaan bangsa ini. Pertumbuhan tidak normal selama 11 tahun masa Reformasi menghadirkan banyak pertanyaan dikepala dan hati rakyat Indonesia. Apakah Ibu Pertiwi tidak memberikan Asi untuk Reformasi sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak selayaknya ? Ataukah bangsa ini memang bangsa yang kerdil (atau sengaja dikerdilkan) sehingga sampai usia 64 tahun merdeka dan 11 tahun Reformasi tetap tidak bisa berdiri ?
Sudah terlalu banyak tokoh politik yang menjanjikan perubahan, sudah tak terhitung banyaknya pakar ekonomi memaparkan teori manajemen bangsa, sudah terlalu sering kita dengar master hukum berorasi kepastian hukum namun rakyat tetap tidak bisa merasakan kehadiran mereka. Bangsa ini hanya dipenuhi motor kreditan dijalan-jalan yang bertahan paling lama 3 bulan dan setelah itu diambil paksa oleh dealernya kembali karena kesulitan membayar tagihan. Negeri ini hanya dipenuhi pembangunan hasil dari utang sana dan utang sini. Mimpi rakyat masih saja berada dipegadaian dan mungkin lebih banyak mimpi lagi yang sudah mereka gadaikan. Reformasi ini memang benar-benar masih setengah hati dan setengah jadi. Entah hati siapa yang mampu dan mau benar-benar membawa bangsa ini kepada Reformasi sepenuh hati.
Namun mari kita menjejakkan kaki setelah 11 tahun masa Reformasi. Ibarat seorang anak, seharusnya bangsa kita sudah mulai bisa berlari, berhitung, membaca dan mandiri. Tapi yang terjadi bangsa ini masih tetap saja merangkak dan dituntun banyak pihak. Hukum kehilangan palunya, birokrasi kehilangan buku utama, pendidikan kehilangan almamater dsb. Masih saja terjadi korban pelanggaran HAM, masih saja melintas watak korupsi dimana-mana, masih itu-itu saja. Reformasi setengah hati dan setengah jadi sepertinya kata yang tepat menggambarkan keadaan bangsa ini. Pertumbuhan tidak normal selama 11 tahun masa Reformasi menghadirkan banyak pertanyaan dikepala dan hati rakyat Indonesia. Apakah Ibu Pertiwi tidak memberikan Asi untuk Reformasi sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak selayaknya ? Ataukah bangsa ini memang bangsa yang kerdil (atau sengaja dikerdilkan) sehingga sampai usia 64 tahun merdeka dan 11 tahun Reformasi tetap tidak bisa berdiri ?
Sudah terlalu banyak tokoh politik yang menjanjikan perubahan, sudah tak terhitung banyaknya pakar ekonomi memaparkan teori manajemen bangsa, sudah terlalu sering kita dengar master hukum berorasi kepastian hukum namun rakyat tetap tidak bisa merasakan kehadiran mereka. Bangsa ini hanya dipenuhi motor kreditan dijalan-jalan yang bertahan paling lama 3 bulan dan setelah itu diambil paksa oleh dealernya kembali karena kesulitan membayar tagihan. Negeri ini hanya dipenuhi pembangunan hasil dari utang sana dan utang sini. Mimpi rakyat masih saja berada dipegadaian dan mungkin lebih banyak mimpi lagi yang sudah mereka gadaikan. Reformasi ini memang benar-benar masih setengah hati dan setengah jadi. Entah hati siapa yang mampu dan mau benar-benar membawa bangsa ini kepada Reformasi sepenuh hati.
Komentar