Hati-hati, anda saat ini memasuki kawasan Budaya Malu, harap mengurangi kecepatan anda hingga titik nol. Mungkin seperti itulah sekelumit kalimat yang terpampang pada otakku saat ini. Menjadi warga negara yang mempunyai Budaya Malu dengan segala yang telah kita perbuat selama kita menjalani hidup adalah sebuah proses kedewasaan yang harus kita miliki. Kita malu jika sudah merugikan orang lain, kita malu dengan segala kebohongan yang kita lakukan, kita malu dengan segala janji yang tak pernah dapat kita tepati. Budaya Malu menjadi sebuah budaya yang sangat sulit untuk kita nikmati. Justru kesombongan dan tegar tengkuklah yang seringkali bersahabat dengan budaya kita. Ilmu padi yang semakin berisi, semakin murunduk justru sering mendongak keatas karena seringnya tertiup angin.
Bangsa Indonesia dengan segala apa yang dimilikinya seharusnya malu dengan keadaannya saat ini. Segala bidang kehidupan telah terdistorsi dengan urusan perut. Sejarah bangsa harus diputar balikkan demi mengatasi perasaan malu. Macan asia yang dulu sangat kental melekat pada Indonesia perlahan menjadi kucing garong. Indonesia yang pada tahun 60-an masih mengekspor guru untuk malaysia, kini harus menerima kenyataan pahit tertinggal dua langkah di bidang pendidikan. Swasembada beras yang sempat kita raih harus tertunduk hingga rela menukar sebuah pesawat dengan tepung terigu. Kapankah kita bisa Malu dengan keadaan seperti ini ? Masihkah isu kesejahteraan rakyat diperkosa demi sebuah iklan kampanye di TV ? Sampai kapan wong cilik pasrah disodomi oleh wong licik ?
Malu pada Banyaknya Masalah, malu pada Bau Mulut, malu pada Jalan Sesat yang justru seringkali kita pilih. Demi sebuah keberhasilan seringkali kita menukar semangat berfikir dengan sebuah instanisme. Ompong karena tidak mampu untuk mengunyah, tumpul karena tidak pernah mau diasah. Indonesia saat ini membutuhkan orang-orang yang punya Budaya Malu, orang-orang yang berkomitmen untuk menghilangkan Bau Mulut. Tinggalkan Jalan Sesat karena masih banyak jalan yang lebih sehat. Terlalu banyak bercermin justru malah membuat otak kita terbalik. Yang kiri kita anggap kanan dan yang kanan justru kita anggap kiri. Bercerminlah pada budaya dan sejarah karena sejarah memberitahu kita apa adanya diri kita. Sejarah akan mengungkap kebodohan kita, sejarah akan mengungkap segala ketelanjangan pribadi kita. Apa yang bisa kita banggakan ? Tidak ada statistik apapun dari diri kita yang bisa kita jual. Yang bisa kita nikmati sekarang adalah kita masih diberi kesempatan untuk sadar dan malu dengan keadaan kita masing-masing.
Bangsa Indonesia dengan segala apa yang dimilikinya seharusnya malu dengan keadaannya saat ini. Segala bidang kehidupan telah terdistorsi dengan urusan perut. Sejarah bangsa harus diputar balikkan demi mengatasi perasaan malu. Macan asia yang dulu sangat kental melekat pada Indonesia perlahan menjadi kucing garong. Indonesia yang pada tahun 60-an masih mengekspor guru untuk malaysia, kini harus menerima kenyataan pahit tertinggal dua langkah di bidang pendidikan. Swasembada beras yang sempat kita raih harus tertunduk hingga rela menukar sebuah pesawat dengan tepung terigu. Kapankah kita bisa Malu dengan keadaan seperti ini ? Masihkah isu kesejahteraan rakyat diperkosa demi sebuah iklan kampanye di TV ? Sampai kapan wong cilik pasrah disodomi oleh wong licik ?
Malu pada Banyaknya Masalah, malu pada Bau Mulut, malu pada Jalan Sesat yang justru seringkali kita pilih. Demi sebuah keberhasilan seringkali kita menukar semangat berfikir dengan sebuah instanisme. Ompong karena tidak mampu untuk mengunyah, tumpul karena tidak pernah mau diasah. Indonesia saat ini membutuhkan orang-orang yang punya Budaya Malu, orang-orang yang berkomitmen untuk menghilangkan Bau Mulut. Tinggalkan Jalan Sesat karena masih banyak jalan yang lebih sehat. Terlalu banyak bercermin justru malah membuat otak kita terbalik. Yang kiri kita anggap kanan dan yang kanan justru kita anggap kiri. Bercerminlah pada budaya dan sejarah karena sejarah memberitahu kita apa adanya diri kita. Sejarah akan mengungkap kebodohan kita, sejarah akan mengungkap segala ketelanjangan pribadi kita. Apa yang bisa kita banggakan ? Tidak ada statistik apapun dari diri kita yang bisa kita jual. Yang bisa kita nikmati sekarang adalah kita masih diberi kesempatan untuk sadar dan malu dengan keadaan kita masing-masing.
Komentar
saya masih memiliki rasa malu..