Gelombang penolakan lokalisasi Dolly semakin banyak jumlahnya. Mereka terdiri dari masyarakat yang bekerja dan berkecimpung di daerah prostitusi terbesar se Asia Tenggara tersebut. Ada banyak alasan yang mereka kemukakan untuk menghambat penutupan Dolly yang telah ditetapkan pada tanggal 18 Juni 2014. Aksi penolakan dilakukan dengan cara menutup akses ke Dolly dari jalan girilaya. Massa yang menolak mendirikan pagar agar pihak kepolisian tidak bisa masuk ke wilayah tersebut. Mereka juga melakukan orasi yang berisi tuntutan agar nasib mereka bisa diperjuangkan. Para wanita pekerja malam juga nampak terlihat dikerumunan tersebut.
Dolly memang sebuah kawasan di Surabaya yang banyak mendapat perhatian. Banyaknya hal negatif yang ditemui, khususnya kepada anak-anak dan remaja membuat Walikota Surabaya Risma, memutuskan untuk menutup lokalisasi tersebut. Memang ada yang pro dan kontra dengan keputusan tersebut. Yang kontra menyebutkan bahwa penutupan Dolly bukanlah sebuah solusi yang tepat. Mereka mengatakan bahwa hal tersebut justru akan memicu adanya pelacuran model baru seperti pelacuran online yang saat ini sudah marak terjadi. Jauh sebelum itu, di Surabaya juga telah banyak tempat pijat tradisional yang juga menawarkan pelayanan kepuasan kepada pelanggannya. Dan bukan tidak mungkin akan semakin banyak tempat prostitusi terselubung yang muncul di kota Pahlawan ini.
Sementara itu yang pro akan penutupan Dolly mengatakan bahwa efek dari kawasan pelacuran yang ada d tengah mukiman penduduk memberikan efek yang negatif terhadap tumbuh kembang anak. Musik yang setiap malam terdengar keras pasti sangat mengganggu proses belajar dar anak-anak di lingkungan tersebut. Dan parahnya lagi, karena sebuah iming2 mendapatkan uang dengan cara yang cepat, para anak gadis didaerah tersebut bsa terpengaruh secara mental. Hal ini telah dibuktikan sendiri oleh Risma saat beberapa kali mengunjungi dan berdialog dengan masyarakat di sana. Banyak anak kecil seusia SMP telah mencoba untuk membeli pelayanan kepuasan dari wanita malam yang bekerja disana. Inilah yang membuat Risma harus secepat mungkin menutup kawasan tersebut.
Dolly memang sebuah kawasan di Surabaya yang banyak mendapat perhatian. Banyaknya hal negatif yang ditemui, khususnya kepada anak-anak dan remaja membuat Walikota Surabaya Risma, memutuskan untuk menutup lokalisasi tersebut. Memang ada yang pro dan kontra dengan keputusan tersebut. Yang kontra menyebutkan bahwa penutupan Dolly bukanlah sebuah solusi yang tepat. Mereka mengatakan bahwa hal tersebut justru akan memicu adanya pelacuran model baru seperti pelacuran online yang saat ini sudah marak terjadi. Jauh sebelum itu, di Surabaya juga telah banyak tempat pijat tradisional yang juga menawarkan pelayanan kepuasan kepada pelanggannya. Dan bukan tidak mungkin akan semakin banyak tempat prostitusi terselubung yang muncul di kota Pahlawan ini.
Sementara itu yang pro akan penutupan Dolly mengatakan bahwa efek dari kawasan pelacuran yang ada d tengah mukiman penduduk memberikan efek yang negatif terhadap tumbuh kembang anak. Musik yang setiap malam terdengar keras pasti sangat mengganggu proses belajar dar anak-anak di lingkungan tersebut. Dan parahnya lagi, karena sebuah iming2 mendapatkan uang dengan cara yang cepat, para anak gadis didaerah tersebut bsa terpengaruh secara mental. Hal ini telah dibuktikan sendiri oleh Risma saat beberapa kali mengunjungi dan berdialog dengan masyarakat di sana. Banyak anak kecil seusia SMP telah mencoba untuk membeli pelayanan kepuasan dari wanita malam yang bekerja disana. Inilah yang membuat Risma harus secepat mungkin menutup kawasan tersebut.
Komentar